Terimakasih Telah Berkunjung ke Blog MA Nasy'atul Muta'allimin Gapura Timur Gapura Sumenep

Mitos Kematian dan Bayang-Bayang Kepercayaan yang samar


Ada beberapa kisah yang menarik untuk kukisahkan secara utuh atau hanya bisa kuceritakan potongan-potongannya saja. Sebuah kisah yang tak tertulis di kertas mana pun, seputar kepercayaan yang hanya dimiliki oleh masyarakat tertentu, dan selarik cerita yang didengar dari lisan ke lisan dan dari masa ke masa. Hingga memiliki beberapa penyajian yang berbeda-beda.
***
Dahulu kala, ada sebuah mitos yang dipercaya oleh kebanyakan masyarakat desa ini. Sebuah kepercayaan akan ruh-ruh yang bergentayangan setiap kali ada yang meninggal dunia, kami percaya bahwa sanak keluarga yang meninggal tidak benar-benar hilang, mereka akan tetap berada dekat  walau mungkin tak kasat mata tapi bisa dirasakan kehadirannya di sekitar.
Pada hari pertama, kedua, ketiga, hingga ketujuh setelah kematian salah satu sanak keluarga, rumah kami biasanya ramai oleh tetangga dan kerabat dekat yang berdatangan untuk turut berduka cita, bahkan ada sebagian mereka yang menginap beberapa hari. Namun di tengah ramainya orang-orang desa, keluarga yang ditinggalkan biasanya masih saja merasakan kehadiran sanak keluarga yang meninggal di dekatnya. Ada yang kadang masih merasa ditemani saat tidur, masih mendengar tawa yang meninggal di sela-sela tawa anak-anak kecil yang bermain-main di halaman rumahnya, atau melihat samar-samar saat keheningan mulai mencekam sesosok yang meninggal masih berada di tempat yang biasanya ia sukai.
Setiap kali malam tiba. Jika ada yang meninggal biasanya kami mengunci pintu dan menutup jendela rapat-rapat, sebab kebanyakan dari yang meninggal mengganggu kami dengan segala ocehannya yang tidak jelas, kami merasa takut jika mendengarnya. Ada yang terkadang mengetuk-ngetuk pintu untuk minta makan, minta air, atau bahkan minta selimut buat tidur, dan ada juga yang menghampiri kami yang sedang tidur untuk sekadar mendengarkan cerita pengantar tidur katanya. Saat sesosok ruh itu menghampiri atau sekadar suaranya yang terdengar di telinga, sekujur tubuh menjadi kaku, mulut tidak bisa mengeluarkan suara, dan bahkan tubuh terasa sangat berat seperti ada seseorang yang menimpanya.
Sebagian dari kami bahkan sampai tidak berani keluar rumah saat malam hari setiap kali ada yang meninggal, kami merasa resah dan takut. Ada juga sebagian masyarakat desa ini  memilih berlayar untuk menghindari teror ruh yang gentayangan, tapi lucunya ruh yang meninggal terkadang juga ikut berlayar dan mengganggu mereka yang benar-benar takut. Hingga akhirnya mereka mengurungkan niatnya untuk berlayar dan kembali ke rumahnya dengan perasaan takut sekaligus terheran-heran dengan segala yang telah terjadi.
***
            Kisah ini kudengar dari para sesepuh kampung yang sudah sangat renta usianya, kucermati setiap kata yang terlontar, kuingat-ingat setiap cerita yang terucap, kemudian kutulis segala hikayat berbentuk kisah cinta atau sekadar kata-kata manja.
Baiklah akan kulanjutkan saja kisahnya.
***
            Di suatu malam yang hening, ada seorang nelayan yang berlayar untuk menangkap ikan, ia berangkat seorang diri dari rumahnya. Dalam lautan ia pun hanya ditemani sepi dan kesunyian yang mencekam. Tiba-tiba sampannya terhenti, entah apa yang menghalanginya. Kemudian ia memeriksanya dan betapa terkejutnya ia saat menemukan sesosok anak kecil yang sudah tak bernyawa tengah mengambang-hambang di luasnya hamparan samudera malam.
            Ia memutuskan membawa mayat itu ke daratan, dibawa ke rumahnya untuk dimakamkan secara layak tanpa ada yang tahu-menahu sanak keluarga anak kecil yang meninggal itu.
            Malam berikutnya, nelayan itu berlayar lagi. Meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di rumah. Mereka hanya tinggal berdua di rumah yang cukup sederhana, dan malam itu mereka sudah terlelap dalam mimpinya masing-masing, hingga tiba-tiba terdengar seseorang yang mengetuk pintu, istri nelayan itu pun terbangun. Tapi anehnya ia tidak bisa berkata apa-apa, mulutnya bungkam seribu bahasa, tubuhnya pun terasa berat untuk sekadar beranjak dari tempat tidur. Kendati demikian, ia tetap bisa mendengar ketukan pintu itu yang kemudian muncul suara seorang anak kecil yang minta dibukakan pintu, katanya anak itu ingin masuk rumah dan tidur bersama mereka, memeluk kehangatan yang diam membisu. Ia pun menyangka bahwa anak kecil itu ialah ruh anak yang tadi pagi ia kuburkan bersama suaminya.
            Dengan susah payah, istri nelayan itu pun berhasil melontarkan sebuah kalimat  “ Pergilah ! atau besok akan kusiram kuburanmu dengan air panas ”. Lalu keadaan menjadi hening, perlahan ia pun bisa bangkit ari tempat tidurnya. Pikirnya ruh itu mungkin sudah pergi karena takut akan ancamannya, lalu ia memutuskan untuk tidur lagi.
            Keesokan harinya, istri nelayan itu bercerita kepada suaminya tentang kejadian menyeramkan tadi malam, sang suami pun tertawa tanpa rasa bersalah sama sekali, padahal sang istri menuduhnya sebagai penyebab dari terjadinya kejadian menyeramkan itu. Di situ juga ada saudara sang nelayan yang kebetulan berkunjung dan juga mendengar cerita dari istrinya, ia tidak percaya dan menertawakan istri nelayan itu, menganggapnya hanya mimpi saja. Istri nelayan itu puun tersinggung dan menyuruh saudaranya untuk menginap dan membuktikan sendiri adanya hantu anak kecil itu.
            Malam harinya, saudara nelayan itu pun menginap dan nekat tidur di luar bersama suaminya, untuk membuktikan bahwa cerita sang istri nelayan tidaklah benar. Saat mereka sudah beradu dengan mimpinya, tiba-tiba saudara nelayan itu mendengar suara musik lenong yang samar-samar, lalu ia membuka mata dan melihat ke sekilingnya, ia begitu kaget ketika melihat sekelabat bayang-bayang anak kecil menari-nari di ujung kakinya, ia mencubit sang suami tapi sang suami tidak juga bangun. Kemudian ia memutuskan untuk tidur saja dan membiarkan hantu itu menari-nari sesuka hati.
            Keesokan harinya, berkumpulnya sang nelayan, istrinya, dan saudaranya itu. Si saudara nelayan pun bercerita dengan tawa terpingkal-pingkal mengenai peristiwa tadi malam yang menimpanya, kemudian semuanya ikut tertawa dan suasana pun menjadi hangat kembali.
***
                Seiring dengan bergantinya masa dan majunya tekhnologi belakangan ini, cerita-cerita itu kemudian dipercaya hanya sebagai mitos, bahkan ada sebagian yang tidak percaya lagi akan cerita itu, mereka menganggap bahwa orang-orang dulu hanya mengada-ngada untuk memperkuat kesan mistis di kalangannya. Ada sebagian yang masih percaya akan nyatanya peristiwa itu, dan mengapa cerita-cerita itu tidak bisa dibuktikan kenyataannya di era ini, karena mereka meyakini bahwa dengan adanya lampu-lampu yang terang menderang di setiap rumah, suara adzan yang sudah menggunakan pengeras suara, dan adanya tahlilan di setiap malam pertama sampai ketujuh jika ada yang meninggal, memberi kesan takut kepada hantu-hantu orang yang meninggal itu untuk mengganggu sanak keluarga dan tetangga yang masih hidup.
            Bagi sebagian orang yang masih percaya akan adanya ruh-ruh orang yang meninggal masih tinggal di dekatnya, setiap malam jum’at mereka masih membakar kemenyan dan memberi makanan juga minum kepada tetangganya, dan itu dianggap sebagai persembahan untuk sanak keluarga yang sudah meninggal.
            Atau pada hari-hari yang membahagiakan, seperti hari raya misalnya. Ada sebagian dari mereka yang membelikan serangkaian pakaian untuk sanak keluarga yang sudah meninggal, kemudian memberikannya kepada tetangga yang kurang mampu. Cukup menarik bukan ?
***
            Itulah sebagian kisah yang kuketahui dari para sesepuh, yang kudengar ketika masih kanak-kanak, yang biasanya diceritakan setiap kali selesai ngaji di surau, di bawah rembulan yang berkisah tentang kenyaman dan di antara malam yang bercerita akan kebisuan yang menemaninya.


Oleh : Indri Yana
Kelas : XII Agama / 2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar