Ada beberapa kisah yang menarik untuk kukisahkan
secara utuh atau hanya bisa kuceritakan potongan-potongannya saja. Sebuah kisah
yang tak tertulis di kertas mana pun, seputar kepercayaan yang hanya dimiliki oleh
masyarakat tertentu, dan selarik cerita yang didengar dari lisan ke lisan dan
dari masa ke masa. Hingga memiliki beberapa penyajian yang berbeda-beda.
***
Dahulu kala, ada sebuah mitos yang dipercaya oleh
kebanyakan masyarakat desa ini. Sebuah kepercayaan akan ruh-ruh yang
bergentayangan setiap kali ada yang meninggal dunia, kami percaya bahwa sanak
keluarga yang meninggal tidak benar-benar hilang, mereka akan tetap berada
dekat walau mungkin tak kasat mata tapi
bisa dirasakan kehadirannya di sekitar.
Pada hari pertama, kedua, ketiga, hingga ketujuh
setelah kematian salah satu sanak keluarga, rumah kami biasanya ramai oleh
tetangga dan kerabat dekat yang berdatangan untuk turut berduka cita, bahkan
ada sebagian mereka yang menginap beberapa hari. Namun di tengah ramainya
orang-orang desa, keluarga yang ditinggalkan biasanya masih saja merasakan
kehadiran sanak keluarga yang meninggal di dekatnya. Ada yang kadang masih merasa
ditemani saat tidur, masih mendengar tawa yang meninggal di sela-sela tawa
anak-anak kecil yang bermain-main di halaman rumahnya, atau melihat samar-samar
saat keheningan mulai mencekam sesosok yang meninggal masih berada di tempat
yang biasanya ia sukai.
Setiap kali malam tiba. Jika ada yang meninggal
biasanya kami mengunci pintu dan menutup jendela rapat-rapat, sebab kebanyakan
dari yang meninggal mengganggu kami dengan segala ocehannya yang tidak jelas,
kami merasa takut jika mendengarnya. Ada yang terkadang mengetuk-ngetuk pintu
untuk minta makan, minta air, atau bahkan minta selimut buat tidur, dan ada
juga yang menghampiri kami yang sedang tidur untuk sekadar mendengarkan cerita
pengantar tidur katanya. Saat sesosok ruh itu menghampiri atau sekadar suaranya
yang terdengar di telinga, sekujur tubuh menjadi kaku, mulut tidak bisa
mengeluarkan suara, dan bahkan tubuh terasa sangat berat seperti ada seseorang
yang menimpanya.
Sebagian dari kami bahkan sampai tidak berani keluar
rumah saat malam hari setiap kali ada yang meninggal, kami merasa resah dan
takut. Ada juga sebagian masyarakat desa ini memilih berlayar untuk menghindari teror ruh
yang gentayangan, tapi lucunya ruh yang meninggal terkadang juga ikut berlayar
dan mengganggu mereka yang benar-benar takut. Hingga akhirnya mereka
mengurungkan niatnya untuk berlayar dan kembali ke rumahnya dengan perasaan
takut sekaligus terheran-heran dengan segala yang telah terjadi.
***
Kisah ini kudengar dari
para sesepuh kampung yang sudah sangat renta usianya, kucermati setiap kata
yang terlontar, kuingat-ingat setiap cerita yang terucap, kemudian kutulis
segala hikayat berbentuk kisah cinta atau sekadar kata-kata manja.
Baiklah akan kulanjutkan saja kisahnya.
***
Di suatu malam yang
hening, ada seorang nelayan yang berlayar untuk menangkap ikan, ia berangkat
seorang diri dari rumahnya. Dalam lautan ia pun hanya ditemani sepi dan
kesunyian yang mencekam. Tiba-tiba sampannya terhenti, entah apa yang
menghalanginya. Kemudian ia memeriksanya dan betapa terkejutnya ia saat
menemukan sesosok anak kecil yang sudah tak bernyawa tengah mengambang-hambang
di luasnya hamparan samudera malam.
Ia memutuskan membawa
mayat itu ke daratan, dibawa ke rumahnya untuk dimakamkan secara layak tanpa
ada yang tahu-menahu sanak keluarga anak kecil yang meninggal itu.
Malam berikutnya,
nelayan itu berlayar lagi. Meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di
rumah. Mereka hanya tinggal berdua di rumah yang cukup sederhana, dan malam itu
mereka sudah terlelap dalam mimpinya masing-masing, hingga tiba-tiba terdengar
seseorang yang mengetuk pintu, istri nelayan itu pun terbangun. Tapi anehnya ia
tidak bisa berkata apa-apa, mulutnya bungkam seribu bahasa, tubuhnya pun terasa
berat untuk sekadar beranjak dari tempat tidur. Kendati demikian, ia tetap bisa
mendengar ketukan pintu itu yang kemudian muncul suara seorang anak kecil yang
minta dibukakan pintu, katanya anak itu ingin masuk rumah dan tidur bersama
mereka, memeluk kehangatan yang diam membisu. Ia pun menyangka bahwa anak kecil
itu ialah ruh anak yang tadi pagi ia kuburkan bersama suaminya.
Dengan susah payah,
istri nelayan itu pun berhasil melontarkan sebuah kalimat “ Pergilah ! atau besok akan kusiram
kuburanmu dengan air panas ”. Lalu keadaan menjadi hening, perlahan ia pun bisa
bangkit ari tempat tidurnya. Pikirnya ruh itu mungkin sudah pergi karena takut
akan ancamannya, lalu ia memutuskan untuk tidur lagi.
Keesokan harinya, istri
nelayan itu bercerita kepada suaminya tentang kejadian menyeramkan tadi malam,
sang suami pun tertawa tanpa rasa bersalah sama sekali, padahal sang istri menuduhnya
sebagai penyebab dari terjadinya kejadian menyeramkan itu. Di situ juga ada
saudara sang nelayan yang kebetulan berkunjung dan juga mendengar cerita dari
istrinya, ia tidak percaya dan menertawakan istri nelayan itu, menganggapnya
hanya mimpi saja. Istri nelayan itu puun tersinggung dan menyuruh saudaranya
untuk menginap dan membuktikan sendiri adanya hantu anak kecil itu.
Malam harinya, saudara
nelayan itu pun menginap dan nekat tidur di luar bersama suaminya, untuk membuktikan
bahwa cerita sang istri nelayan tidaklah benar. Saat mereka sudah beradu dengan
mimpinya, tiba-tiba saudara nelayan itu mendengar suara musik lenong yang
samar-samar, lalu ia membuka mata dan melihat ke sekilingnya, ia begitu kaget
ketika melihat sekelabat bayang-bayang anak kecil menari-nari di ujung kakinya,
ia mencubit sang suami tapi sang suami tidak juga bangun. Kemudian ia
memutuskan untuk tidur saja dan membiarkan hantu itu menari-nari sesuka hati.
Keesokan harinya,
berkumpulnya sang nelayan, istrinya, dan saudaranya itu. Si saudara nelayan pun
bercerita dengan tawa terpingkal-pingkal mengenai peristiwa tadi malam yang
menimpanya, kemudian semuanya ikut tertawa dan suasana pun menjadi hangat
kembali.
***
Seiring dengan bergantinya masa dan majunya tekhnologi
belakangan ini, cerita-cerita itu kemudian dipercaya hanya sebagai mitos,
bahkan ada sebagian yang tidak percaya lagi akan cerita itu, mereka menganggap
bahwa orang-orang dulu hanya mengada-ngada untuk memperkuat kesan mistis di
kalangannya. Ada sebagian yang masih percaya akan nyatanya peristiwa itu, dan
mengapa cerita-cerita itu tidak bisa dibuktikan kenyataannya di era ini, karena
mereka meyakini bahwa dengan adanya lampu-lampu yang terang menderang di setiap
rumah, suara adzan yang sudah menggunakan pengeras suara, dan adanya tahlilan
di setiap malam pertama sampai ketujuh jika ada yang meninggal, memberi kesan
takut kepada hantu-hantu orang yang meninggal itu untuk mengganggu sanak
keluarga dan tetangga yang masih hidup.
Bagi sebagian orang yang
masih percaya akan adanya ruh-ruh orang yang meninggal masih tinggal di
dekatnya, setiap malam jum’at mereka masih membakar kemenyan dan memberi
makanan juga minum kepada tetangganya, dan itu dianggap sebagai persembahan untuk
sanak keluarga yang sudah meninggal.
Atau pada hari-hari
yang membahagiakan, seperti hari raya misalnya. Ada sebagian dari mereka yang
membelikan serangkaian pakaian untuk sanak keluarga yang sudah meninggal,
kemudian memberikannya kepada tetangga yang kurang mampu. Cukup menarik bukan ?
***
Itulah sebagian kisah
yang kuketahui dari para sesepuh, yang kudengar ketika masih kanak-kanak, yang
biasanya diceritakan setiap kali selesai ngaji di surau, di bawah rembulan yang
berkisah tentang kenyaman dan di antara malam yang bercerita akan kebisuan yang
menemaninya.
Oleh : Indri Yana
Kelas : XII Agama / 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar